Tata Cara Haji : Hari Arafah
Hari Arafah
1. Jika matahari terbit pada hari Arafah (hari kesembilan dari bulan Dzulhijjah), maka setiap jamaah haji berangkat dari Mina ke Arafah, seraya mengumandangkan talbiyah atau takbir. Hal itu sebagaimana telah dilakukan oleh para sahabat, sedang mereka bersama Nabi SAW. Ada yang mengumandangkan talbiyah dan Nabi tidak mengingkarinya, ada yang bertakbir dan Nabi juga tidak mengingkarinya.
1. Jika matahari terbit pada hari Arafah (hari kesembilan dari bulan Dzulhijjah), maka setiap jamaah haji berangkat dari Mina ke Arafah, seraya mengumandangkan talbiyah atau takbir. Hal itu sebagaimana telah dilakukan oleh para sahabat, sedang mereka bersama Nabi SAW. Ada yang mengumandangkan talbiyah dan Nabi tidak mengingkarinya, ada yang bertakbir dan Nabi juga tidak mengingkarinya.
Jika matahari telah tergelincir, maka jamaah shalat Dzuhur dan Ashar secara jama’ qashar dengan satu adzan dan dua iqamat. Sebelum shalat, imam menyampaikan khutbah yang materinya sesuai dengan keadaan (ibadah haji).
2. Setelah shalat, setiap jamaah menyibukkan diri dengan dzikir, doa dan merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla. Sebaiknya berdoa dengan mengangkat kedua tangan dan menghadap kiblat hingga terbenamnya matahari. Demikian seperti yang dilakukan Nabi SAW.
Karena itu, setiap jamaah haji hendaknya tidak menyia-nyiakan kesempatan yang agung ini. Hendaknya ia mengulang-ulang serta memperbanyak doa, juga hendaknya ia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sejujur-jujurnya.
Keutamaan Hari Arafah
Nabi SAW bersabda, “Haji adalah Arafah.” (HR Ahmad dan para penulis kitab Sunan).
Nabi SAW bersabda, “Haji adalah Arafah.” (HR Ahmad dan para penulis kitab Sunan).
Nabi SAW bersabda, “Tidak ada hari yang ketika itu Allah lebih banyak membebaskan hamba dari (siksa) Neraka selain hari Arafah. Dan sungguh ia telah dekat, kemudian Allah membanggakan mereka di hadapan para malaikat, seraya berfirman, ‘Apa yang mereka kehendaki?” (HR. Muslim).
Rasulullah bersabda, “Yang paling utama aku ucapkan, juga yang diucapkan oleh para nabi pada sore hari Arafah adalah, ‘Tidak ada sesembahan yang haq melainkan Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan dan segala puji, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (HR. Malik dan lainnya).
Bermalam di Muzdalifah
Jika matahari telah tenggelam pada hari Arafah maka para jamaah haji berduyun-duyun (meninggalkan) Arafah menuju Muzdalifah dengan tenang, diam dan tidak berdesak-desakan. Jika telah sampai Muzdalifah mereka shalat Maghrib dan Isya secara jama’ qashar dengan satu adzan dan dua iqamat.
Jika matahari telah tenggelam pada hari Arafah maka para jamaah haji berduyun-duyun (meninggalkan) Arafah menuju Muzdalifah dengan tenang, diam dan tidak berdesak-desakan. Jika telah sampai Muzdalifah mereka shalat Maghrib dan Isya secara jama’ qashar dengan satu adzan dan dua iqamat.
Jika takut akan lewatnya waktu, hendaknya jamaah shalat Maghrib dan Isya di tempat mana saja, meskipun di Arafah. Lalu bermalam di Muzdalifah hingga terbit fajar. Kemudian shalat Subuh di awal waktunya, lalu menuju Masy’aril Haram, yaitu bukit yang berada di Muzdalifah, jika hal itu memungkinkan baginya.
Jika tidak, maka seluruh Muzdalifah adalah mauqif (tempat berhenti yang disyariatkan). Di sana hendaknya jamaah menghadap kiblat dan memanjatkan pujian kepada Allah, bertakbir, mengesakan dan berdoa kepada-Nya. Jika pagi telah tampak sangat menguning, sebelum terbit matahari, para jamaah berangkat menuju Mina dengan mengumandangkan talbiyah hingga sampai melempar jumrah aqabah.
0 komentar:
Posting Komentar